
Hubungan antara Pakistan dan Afghanistan kembali memanas menyusul bentrokan perbatasan semalam yang menewaskan puluhan pejuang dari kedua belah pihak. Insiden ini menandai eskalasi paling serius sejak Taliban berkuasa di Kabul pada tahun 2021, memicu kekhawatiran regional dan internasional akan stabilitas di Asia Selatan. Kedua negara saling mengklaim kemenangan dan menuduh satu sama lain sebagai pemicu konflik, menunjukkan kompleksitas hubungan yang telah bergejolak selama puluhan tahun.
Klaim Korban dan Serangan Balasan

Bentrokan sengit yang terjadi pada Sabtu malam hingga Minggu pagi (12-13 Oktober 2025) menelan korban jiwa yang signifikan. Militer Pakistan mengumumkan bahwa 23 tentaranya tewas dalam insiden tersebut. Sementara itu, pihak Taliban Afghanistan menyatakan sembilan pejuangnya gugur. Namun, kedua belah pihak saling mengklaim telah menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar pada lawan tanpa memberikan bukti independen. Pakistan mengklaim telah menewaskan lebih dari 200 pejuang Taliban Afghanistan dan sekutunya, sementara Afghanistan menyatakan telah menewaskan 58 tentara Pakistan dalam “tindakan penyelesaian”. Reuters sendiri belum dapat memverifikasi angka-angka tersebut secara independen.
Pemicu langsung bentrokan ini adalah serangan udara yang dilakukan Pakistan di Kabul dan sebuah pasar di Afghanistan timur pada Kamis sebelumnya, menurut pejabat keamanan Pakistan dan Taliban. Pakistan belum secara resmi mengakui serangan udara tersebut, namun Taliban mengklaim serangan itu sebagai pelanggaran wilayah udara Afghanistan dan telah menyebabkan kehancuran. Sebagai respons, pasukan Afghanistan melancarkan serangan balasan pada Sabtu malam, menargetkan pos-pos perbatasan Pakistan. Pakistan kemudian membalas dengan tembakan senjata dan artileri berat. Kedua negara mengklaim telah menghancurkan pos-pos perbatasan lawan. Pejabat keamanan Pakistan bahkan membagikan rekaman video yang disebut-sebut menunjukkan pos-pos Afghanistan yang terkena tembakan.
Ketegangan di Garis Durand

Menyusul bentrokan tersebut, Pakistan pada Minggu pagi mengumumkan penutupan semua penyeberangan di sepanjang perbatasan sepanjang 2.600 km dengan Afghanistan. Perbatasan ini dikenal sebagai Garis Durand, sebuah garis kolonial yang disengketakan dan ditarik oleh Inggris pada tahun 1893. Dua penyeberangan utama di Torkham dan Chaman, serta setidaknya tiga penyeberangan kecil di Kharlachi, Angoor Adda, dan Ghulam Khan, ditutup. Penutupan perbatasan ini pasti akan berdampak signifikan pada perdagangan dan pergerakan orang antara kedua negara.
Ketegangan antara Islamabad dan Kabul memang telah meningkat selama beberapa waktu. Pakistan menuntut agar Taliban mengambil tindakan terhadap militan yang meningkatkan serangan di Pakistan, dengan tuduhan bahwa mereka beroperasi dari tempat perlindungan di Afghanistan. Sebaliknya, Taliban, yang berkuasa pada 2021, membantah kehadiran militan Pakistan di wilayahnya. Menteri Dalam Negeri Pakistan, Mohsin Naqvi, mengecam serangan Afghanistan sebagai “tanpa provokasi” dan menuduh pasukan Afghanistan menembaki warga sipil, memperingatkan bahwa pasukannya akan membalas “dengan batu untuk setiap bata”.
Dampak Regional dan Kekhawatiran Global
Insiden ini terjadi bersamaan dengan kunjungan langka pemimpin Taliban, Menteri Luar Negeri Amir Khan Muttaqi, ke India. Kunjungan ini menghasilkan pengumuman oleh India pada Jumat untuk meningkatkan hubungan, sebuah langkah yang menimbulkan kekhawatiran di Islamabad mengingat India adalah musuh lama Pakistan. Waktu kejadian ini semakin menambah kerumitan dinamika regional.
Melihat eskalasi konflik, sejumlah negara menyuarakan keprihatinan dan menyerukan penahanan diri. Qatar dan Arab Saudi mengeluarkan pernyataan keprihatinan mendalam atas bentrokan tersebut. Qatar mendesak kedua belah pihak untuk memprioritaskan dialog dan diplomasi, menahan diri, dan berupaya mengatasi perselisihan guna mengurangi ketegangan. Arab Saudi juga menyerukan pengendalian diri, menghindari eskalasi, dan merangkul dialog serta kebijaksanaan untuk menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, turut meminta kedua negara tetangga untuk “menahan diri”, menekankan bahwa stabilitas antara kedua negara berkontribusi pada stabilitas regional.
Sejarah Kompleks dan Kontrol Terbatas
Hubungan Pakistan dan Taliban telah terjalin erat sejak awal berdirinya Taliban pada pertengahan 1990-an. Pakistan, melalui Inter-Services Intelligence Directorate (ISI), memberikan dukungan kritis kepada Mullah Omar saat ia mendirikan organisasi tersebut. Pakistan adalah salah satu dari hanya tiga negara yang mengakui Emirat Islam Afghanistan sebagai pemerintah sah Afghanistan pada akhir 1990-an. Setelah 9/11 dan intervensi pasukan Amerika dan sekutu, Pakistan memberikan bantuan penting bagi Taliban untuk bertahan hidup dan bangkit kembali, menyediakan tempat perlindungan, kamp pelatihan, keahlian, dan bantuan penggalangan dana.
Namun, kendali Pakistan atas Taliban Afghanistan memiliki batasannya. Bahkan ketika Mullah Omar berkuasa di Afghanistan, ia menolak mengakui legitimasi perbatasan Afghanistan-Pakistan. Taliban Afghanistan juga memberikan bantuan kepada Taliban Pakistan, yang terlibat dalam pemberontakan melawan tentara dan ISI, dan bertanggung jawab atas puluhan serangan teroris di kota-kota Pakistan. Mullah Omar tidak pernah secara terbuka mengkritik Taliban Pakistan atau serangannya.
Meskipun Pakistan memiliki pengaruh besar terhadap kepemimpinan Taliban yang berada di pengasingan, terutama di Quetta dan Karachi, pertanyaan besar tetap ada: apakah Pakistan dapat menekan Taliban Afghanistan untuk mencapai kesepakatan dengan Kabul mengenai penyelesaian politik perang? Para jenderal Pakistan percaya bahwa Amerika dan NATO akan “memotong dan lari” setelah 2014, sebuah keyakinan yang diperkuat oleh laporan tentang opsi “nol tentara Amerika” setelah 2014. Keyakinan ini mungkin membuat Pakistan berpikir bahwa waktu ada di pihak mereka dan sekutu mereka, Taliban, akan segera menang dalam perang.
Konflik perbatasan yang memanas ini sekali lagi menyoroti kerentanan keamanan di kawasan yang sudah bergejolak, dengan potensi dampak yang jauh melampaui garis Garis Durand. Dialog dan diplomasi yang didukung komunitas internasional sangat dibutuhkan untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi yang lebih besar.