Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sebagian besar wilayah Sumatra baru-baru ini telah menyita perhatian dunia internasional. Bencana alam ini, yang menyebabkan kerugian infrastruktur masif dan korban jiwa, sontak memicu respons simpatik dari sejumlah pemimpin negara sahabat.

Namun, di tengah gelombang tawaran bantuan asing, Presiden Prabowo Subianto memberikan jawaban yang tegas dan lantang. Dalam sidang kabinet paripurna yang digelar di Istana Negara Jakarta pada Senin (15/12/2025), Prabowo mengungkapkan bahwa ia secara pribadi telah menerima telepon dari beberapa kepala negara yang menawarkan dukungan penanggulangan bencana.

“Saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan, saya bilang, ‘Terima kasih, konsen Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini, ya,” ujar Presiden Prabowo di hadapan para menteri yang hadir.

Pernyataan ini bukan sekadar penolakan sopan, melainkan sebuah penegasan fundamental mengenai kapasitas, kedaulatan, dan kekuatan domestik Indonesia dalam mengelola krisis besar.


🚁 Kekuatan Logistik dan Sumber Daya Domestik

Prabowo menegaskan bahwa keputusan menolak bantuan asing didasarkan pada keyakinan penuh terhadap kekuatan dan sumber daya yang dimiliki negara. Ia secara spesifik menunjuk pada empat pilar utama dalam sistem penanggulangan bencana Indonesia:

  1. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
  2. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
  3. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  4. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas)

“TNI kuat, Polri kuat, BNPB kuat, Basarnas kuat. Mampu kita kerahkan puluhan helikopter dalam waktu singkat, belasan pesawat terbang,” jelasnya.

Penegasan ini disusul dengan data operasional lapangan yang impresif. Presiden menyebutkan bahwa puluhan helikopter telah dikerahkan untuk evakuasi dan distribusi bantuan ke daerah-daerah yang terisolasi. Selain itu, belasan pesawat terbang, termasuk jenis Hercules yang memiliki kapasitas angkut besar, secara rutin digunakan untuk mengirimkan logistik vital.

“Ada tempat-tempat yang tiap hari BBM diantar dengan pesawat terbang, dengan Hercules. Ini hanya bisa oleh negara yang kuat,” pungkas Prabowo.

Penggunaan aset-aset vital militer dan sipil dalam skala besar dan waktu singkat ini menjadi bukti nyata kesiapan logistik Indonesia. Di tengah bencana yang merusak akses darat, kemampuan mengerahkan armada udara untuk menjaga rantai pasok bantuan—termasuk bahan bakar minyak (BBM)—menunjukkan koordinasi dan kemampuan deploy aset yang hanya bisa dilakukan oleh negara dengan sistem pertahanan dan keamanan yang terintegrasi dengan baik.


📈 Tantangan dan Fokus Penanganan Bencana

Keputusan Presiden Prabowo ini juga mencerminkan sebuah perubahan paradigma dalam penanganan bencana. Meskipun penawaran bantuan dari negara sahabat selalu diterima dengan baik di masa lalu (seperti saat gempa dan tsunami Aceh 2004 atau Palu 2018), penolakan kali ini menggarisbawahi upaya Indonesia untuk menjadi self-reliant (mandiri) dan menunjukkan kematangan sistem penanggulangan bencana.

Namun, di balik penegasan kekuatan, tantangan di lapangan tetaplah masif. Banjir dan longsor di Sumatra telah menyebabkan ribuan orang mengungsi dan puluhan jembatan serta ruas jalan utama terputus.

Prioritas Penanganan:

  • Evakuasi dan Penyelamatan: Fokus Basarnas dan TNI-Polri saat ini adalah memastikan tidak ada lagi korban yang terisolasi dan segera melakukan pencarian bagi korban hilang.
  • Stabilitas Logistik: Distribusi bantuan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok ke wilayah terpencil yang terputus akses daratnya menjadi prioritas utama. Inilah peran krusial dari pesawat Hercules dan helikopter yang disebutkan Presiden.
  • Pemulihan Infrastruktur: BNPB bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera memulai langkah-langkah darurat untuk memperbaiki infrastruktur vital, termasuk jembatan sementara (bailey bridge) dan pembukaan kembali jalan.

Pemerintah juga dilaporkan telah mengaktifkan Pusat Komando Operasi (Puskodalops) di tingkat daerah untuk memastikan informasi dan koordinasi berjalan lancar.


🌐 Dampak Geopolitik dan Kedaulatan

Dalam konteks geopolitik, pernyataan Presiden Prabowo memiliki makna yang mendalam. Menolak tawaran bantuan dari negara adidaya atau negara mitra, sambil menyatakan “Kami Mampu,” adalah sinyal kuat bahwa Indonesia—sebagai negara besar dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa—memiliki kontrol penuh atas situasi krisis di dalam negeri.

Keputusan ini tidak hanya meningkatkan citra Indonesia di mata dunia sebagai negara yang kuat dan mandiri, tetapi juga memperkuat moral dan kebanggaan nasional di tengah kesusahan. Hal ini mengirimkan pesan bahwa krisis domestik adalah tanggung jawab domestik yang harus diselesaikan dengan kapabilitas sendiri.

Penolakan bantuan luar negeri ini bukanlah menutup diri, melainkan sebuah demonstrasi kepercayaan diri pada institusi dan sumber daya nasional yang telah teruji dalam berbagai bencana besar sebelumnya. Kesuksesan penanganan bencana ini tanpa intervensi asing akan menjadi validasi penting bagi efektivitas reformasi dan modernisasi TNI, Polri, dan badan-badan penanggulangan bencana.

Dengan puluhan helikopter yang terus beroperasi dan belasan pesawat yang mengangkut kebutuhan setiap hari, fokus Indonesia kini adalah pada kecepatan dan efisiensi pemulihan, membuktikan bahwa keyakinan Presiden Prabowo atas kemampuan negara adalah sebuah fakta, bukan sekadar retorika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *