Kabupaten Bekasi kembali menjadi sorotan nasional, namun bukan karena prestasi industrinya, melainkan karena skandal korupsi yang menyeret pucuk pimpinannya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang (ADK), sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan suap “ijon” proyek infrastruktur.

Langkah hukum ini diambil setelah tim satgas KPK melancarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) senyap pada Kamis (18/12/2025). Kasus ini menjadi dramatis karena melibatkan ikatan darah; ayah kandung sang Bupati, HM Kunang (HMK), turut dijebloskan ke penjara atas peran yang diduga sebagai “jangkar” atau perantara transaksi haram tersebut.

Kronologi Operasi Senyap di Bumi Patriot

Drama penangkapan bermula ketika tim KPK bergerak ke beberapa titik di Bekasi setelah menerima informasi valid mengenai adanya perpindahan uang panas. Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (20/12/2025), Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memaparkan bahwa setidaknya ada 10 orang yang diamankan dalam operasi tersebut.

“Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan menemukan kecukupan alat bukti, kami menetapkan tiga tersangka utama: ADK selaku Bupati, HMK selaku ayah Bupati, dan SRJ (Sarjan) dari pihak swasta,” ujar Asep.

Ketiganya kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Merah Putih KPK untuk masa penahanan awal selama 20 hari, terhitung sejak 20 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Penahanan ini dilakukan guna mencegah tersangka menghilangkan barang bukti atau melarikan diri di tengah proses penyidikan yang masih berkembang.

Modus Operandi: “Ijon” Berjemaah dan Peran Sang Ayah

Istilah “ijon” dalam kasus ini merujuk pada praktik pemberian uang di muka oleh kontraktor untuk mengamankan paket proyek yang bahkan belum mulai dikerjakan atau dilelang secara resmi. Penyelidikan KPK mengungkap bahwa skandal ini telah dirancang tak lama setelah Ade Kuswara menduduki kursi nomor satu di Kabupaten Bekasi.

Ade diduga menjalin komitmen gelap dengan Sarjan (SRJ), seorang pengusaha penyedia paket proyek. Namun, agar jejaknya sulit dilacak, Ade tidak menerima uang secara langsung. Di sinilah peran vital HM Kunang muncul. Sang ayah bertindak sebagai perantara yang menampung dan mengatur aliran dana dari Sarjan untuk kemudian diserahkan kepada putranya.

KPK mencatat total uang ijon yang mengalir ke kantong Bupati melalui ayahnya mencapai Rp9,5 miliar dalam satu tahun terakhir. Uang tersebut diberikan secara bertahap dalam empat kali penyerahan. Saat penggeledahan di kediaman pribadi Bupati, penyidik menemukan sisa uang tunai sebesar Rp200 juta yang diduga merupakan bagian dari setoran keempat.

Baca Juga:

Venezuela Sahkan UU Anti-Blokade, Ancaman Penjara 20 Tahun bagi Pendukung AS

Gurita Setoran: Tambahan Rp4,7 Miliar dari Pihak Lain

Kasus ini tampaknya hanyalah puncak gunung es. Selain dari Sarjan, KPK mengendus adanya penerimaan gratifikasi lainnya. Sepanjang tahun 2025, Bupati Ade diduga mengumpulkan “penerimaan sampingan” dari berbagai pihak lain dengan total mencapai Rp4,7 miliar.

Jika dijumlahkan, potensi nilai korupsi yang menjerat Ade Kuswara Kunang dalam periode singkat kepemimpinannya mencapai lebih dari Rp14,2 miliar. Hal ini memicu keprihatinan mendalam mengenai integritas tata kelola pemerintahan di Bekasi, mengingat wilayah ini merupakan pusat industri terbesar di Asia Tenggara dengan anggaran proyek yang sangat menggiurkan.

Jeratan Hukum dan Pasal Berlapis

Penyidik KPK menerapkan pasal berlapis untuk memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Ade Kuswara dan ayahnya, HM Kunang, dijerat dengan:

  • Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini menyasar penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.

Sementara itu, Sarjan sebagai pemberi suap disangkakan:

  • Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Penetapan ayah dan anak sebagai tersangka dalam satu kasus korupsi mempertegas tren suram “korupsi keluarga” di Indonesia. Keterlibatan orang terdekat seringkali dijadikan modus untuk mengaburkan transaksi keuangan dan menciptakan benteng pertahanan dari pengawasan aparat.

Kasus Ade Kuswara Kunang menjadi peringatan keras bagi para kepala daerah bahwa sistem pengawasan digital dan intelijen KPK kini semakin sulit ditembus. Publik Bekasi kini menanti langkah selanjutnya dari pemerintah pusat untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan tanpa gangguan, meskipun sang Bupati sedang menghadapi badai hukum.

Dengan jatuhnya Ade Kuswara, ekspektasi masyarakat akan pemerintahan yang bersih kembali diuji. Apakah ini akan menjadi akhir dari praktik ijon di Bekasi, ataukah sekadar pergantian aktor dalam pola lama yang sama?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *