
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kerja mengalami perubahan besar. Jika sebelumnya tren job hopping—pindah kerja demi kenaikan gaji atau posisi lebih baik—menjadi gaya populer, kini justru muncul fenomena baru bernama job hugging. Istilah ini merujuk pada sikap pekerja, terutama generasi muda seperti Gen Z, yang memilih “memeluk” pekerjaan mereka dan bertahan di tempat kerja meski merasa tidak lagi berkembang.
Fenomena ini tak lahir tanpa alasan. Tekanan ekonomi global, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), serta melemahnya pasar tenaga kerja membuat banyak orang lebih memilih keamanan dibandingkan petualangan karier yang penuh ketidakpastian.
Apa Itu Job Hugging?
Job hugging bisa dipahami sebagai kondisi di mana seorang karyawan tetap bertahan di pekerjaan lamanya bukan karena kepuasan, melainkan karena rasa takut. Mereka khawatir meninggalkan pekerjaan saat ini justru membuat hidup semakin sulit, terutama jika pasar kerja tidak mendukung.
Kondisi ini makin nyata di tengah melonjaknya harga kebutuhan, ancaman PHK massal, dan perlambatan ekonomi di banyak negara. Mengutip laporan Forbes dan CNBC International, tingkat pekerja yang secara sukarela keluar dari pekerjaannya di AS anjlok ke 2% sejak awal 2025—angka terendah sejak 2016 di luar periode pandemi. Artinya, semakin sedikit orang yang berani mengambil risiko pindah kerja.
Mengapa Fenomena Ini Terjadi?
Ada beberapa faktor yang mendorong fenomena job hugging:
- Ketidakpastian Ekonomi
Krisis global, inflasi, dan suku bunga tinggi membuat banyak perusahaan menunda perekrutan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja. - Lonjakan PHK
Setelah periode pemulihan pasca-Covid, justru banyak perusahaan besar melakukan efisiensi tenaga kerja. Alhasil, pekerja merasa lebih aman bertahan daripada mencari peluang baru. - Tekanan Finansial
Daya beli masyarakat melemah, terutama di negara berkembang. Banyak pekerja akhirnya bertahan meski gaji stagnan, bahkan tak jarang menambah pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup. - Psikologis “Zona Aman”
Rasa nyaman dan prediktabilitas yang ditawarkan pekerjaan lama membuat orang ragu keluar. Padahal, kenyamanan ini seringkali semu dan justru menimbulkan stagnasi.
Tanda-Tanda Job Hugging di Tempat Kerja

Menurut Jennifer Schielke, CEO Summit Group Solutions, job hugging bisa jadi “alarm bahaya” karena menghambat perkembangan karyawan maupun perusahaan. Beberapa tanda yang bisa dikenali antara lain:
- Stres meningkat: Tekanan batin lebih besar karena rasa terjebak.
- Performa berubah: Karyawan cenderung hanya menonjolkan bagian pekerjaan yang mereka kuasai, bukan yang paling dibutuhkan tim.
- Tugas tambahan yang tidak seimbang: Beberapa pekerja sibuk mengambil pekerjaan di luar tanggung jawab utama, tapi tugas pokok justru terbengkalai.
- Stagnasi karier: Banyak yang sudah melampaui kapasitas perannya, tapi tetap bertahan karena takut keluar menghadapi pasar kerja yang tidak pasti.
Dampak Job Hugging
Fenomena ini bagaikan pisau bermata dua.
- Dampak Negatif
- Pekerja kehilangan peluang peningkatan gaji.
- Risiko stagnasi keterampilan, sehingga kurang kompetitif ketika pasar membaik.
- Kesehatan mental bisa terganggu akibat rasa cemas dan tekanan berkepanjangan.
- Dampak Positif
- Tingkat pengangguran tidak melonjak terlalu tinggi karena orang memilih bertahan.
- Perusahaan bisa mempertahankan stabilitas tenaga kerja di tengah pasar yang melemah.
Cara Mengatasi Job Hugging

Fenomena ini tidak harus berakhir dengan stagnasi. Baik perusahaan maupun karyawan dapat mengambil langkah untuk mengubahnya menjadi peluang.
Untuk Perusahaan:
- Buka ruang dialog – Lakukan evaluasi rutin agar karyawan bisa menyampaikan keresahan mereka.
- Investasi pengembangan SDM – Beri akses pelatihan, sertifikasi, atau mentoring.
- Fleksibilitas kerja – Sistem hybrid atau fleksibel bisa mengurangi kejenuhan.
- Empati dari pemimpin – Transparansi dan keterbukaan pimpinan membuat karyawan lebih percaya pada arah perusahaan.
- Jelaskan visi jangka panjang – Membantu karyawan merasa terhubung dengan tujuan besar organisasi.
Untuk Karyawan:
- Menyusun peta karier – Tentukan posisi saat ini dan langkah berikutnya.
- Cari mentor – Diskusi dengan atasan atau pihak eksternal bisa memberi sudut pandang baru.
- Kembangkan keterampilan baru – Pelatihan dan kursus bisa membuka peluang di masa depan.
- Eksplorasi minat lain – Amati peran berbeda yang mungkin lebih sesuai passion.
- Kelola kesehatan mental – Jangan abaikan aspek emosional, fisik, dan psikologis dalam perjalanan karier.
Penutup
Job hugging muncul sebagai respons alami terhadap dunia kerja yang penuh ketidakpastian. Bagi sebagian orang, bertahan berarti keamanan, namun terlalu lama berada di “zona nyaman” bisa menjadi jebakan yang membatasi pertumbuhan.
Baik karyawan maupun perusahaan perlu sadar bahwa karier adalah perjalanan dinamis. Bertahan boleh saja, tapi jangan sampai menutup pintu bagi perkembangan diri dan peluang masa depan.
Pada akhirnya, seperti kata para pakar, yang terbaik untuk individu pada akhirnya juga akan menjadi yang terbaik bagi perusahaan.