
Jakarta – Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) yang megah dan ikonik di ibu kota, nyatanya belum menjadi ladang keberuntungan bagi tim sepakbola Indonesia saat berlaga di babak final berbagai turnamen besar. Meski GBK sering menjadi tuan rumah sekaligus venue yang diharapkan membawa motivasi ekstra bagi para pemain, sejarah mencatat sebaliknya: dari sejak keberhasilan terakhir Indonesia menjuarai SEA Games 1987, stadion ini malah menjadi saksi bisu berbagai kegagalan Garuda di final-final penting.
Terbaru, Timnas Indonesia U-23 kembali harus menelan pil pahit setelah dikalahkan Vietnam U-23 dengan skor tipis 0-1 dalam laga final Piala AFF U-23 2025 yang berlangsung di GBK pada Selasa (29/7/2025) malam WIB. Kekalahan ini melengkapi deretan kegagalan Indonesia di partai puncak yang digelar di stadion berkapasitas puluhan ribu penonton itu.
Sejarah Pahit di GBK Dimulai dari Tahun 1987
Kemenangan manis terakhir yang pernah dirasakan sepakbola Indonesia di GBK terjadi pada SEA Games 1987. Saat itu, Timnas Indonesia berhasil mengukir sejarah dengan menjuarai turnamen tersebut usai mengalahkan Malaysia 1-0 dalam pertandingan final yang dramatis. Gol tunggal kemenangan dicetak oleh Ribut Waidi pada masa extra time, mengakhiri penantian panjang masyarakat Indonesia akan gelar sepakbola internasional di stadion kebanggaan mereka.
Namun setelah 1987, GBK mulai menjadi “kutukan” bagi para penggawa tim nasional. Kesialan berlanjut di SEA Games 1997, dimana Indonesia harus puas menjadi runner-up setelah kalah melalui drama adu penalti melawan Malaysia. Pertandingan berakhir imbang 1-1 sampai babak tambahan waktu sebelum akhirnya penentu juara harus dilaksanakan lewat tendangan penalti yang sayangnya tidak berpihak pada Indonesia.
Kegagalan Beruntun di Final Final Besar
Piala AFF 2002, yang pada saat itu masih bernama Piala Tiger, menjadi babak baru kisah getir Indonesia di GBK. Final melawan Thailand berakhir dengan skor imbang 2-2 setelah dua leg. Sayangnya, Indonesia harus menyerah dalam drama adu penalti dan gagal membawa pulang gelar juara.
Kemudian pada Piala AFF 2010, Indonesia kembali menunjukkan performa impresif. Meski sempat mengalami kekalahan telak 0-3 di leg pertama final menghadapi Malaysia, Garuda bangkit di leg kedua dengan kemenangan 2-1 di GBK. Namun, kemenangan ini tidak cukup untuk mengatasi agregat 2-4 dan Indonesia kembali harus menelan kekalahan.
Nasib malang ini terulang kembali di SEA Games 2011 yang berlangsung di GBK. Indonesia sekali lagi gagal di babak final setelah kalah dari Malaysia lewat adu penalti usai bermain imbang 1-1 sampai extra time. Kekalahan ini semakin mengukuhkan predikat GBK sebagai stadion yang kurang bersahabat bagi skuad Merah Putih saat berjuang di final.
GBK dan Piala AFF U-23 2025: Tren Negatif Berlanjut
Kegagalan terbaru kembali terjadi di Piala AFF U-23 2025, di mana Timnas Indonesia U-23 yang tampil penuh semangat harus menyerah 0-1 kepada Vietnam. Meskipun penguasaan bola dan dukungan suporter sangat terasa, Indonesia gagal mengubah peluang menjadi gol dan akhirnya harus puas sebagai runner-up.
Dengan tambahan kegagalan ini, catatan buruk Indonesia di final yang digelar di GBK kini sudah mencapai lima kali kekalahan sejak 1987. Berikut rinciannya:
- SEA Games 1997
- Piala AFF (Piala Tiger) 2002
- Piala AFF 2010
- SEA Games 2011
- Piala AFF U-23 2025
Apa yang Membuat GBK ‘Tidak Bersahabat’?
Meskipun GBK adalah stadion kebanggaan yang penuh semangat dan selalu dipenuhi ribuan pendukung setia, ada sejumlah faktor yang membuat skuad Indonesia sering kali gagal di sini. Tekanan dari ribuan pasang mata penonton yang menuntut kemenangan, ekspektasi tinggi dari publik, dan mungkin faktor psikologis menjadi beban tersendiri yang sulit diatasi.
Selain itu, lawan-lawan Indonesia kerap tampil sangat solid dan tangguh di GBK, memanfaatkan tekanan sebagai motivasi. Kemenangan di GBK bagi mereka menjadi prestise tersendiri, sehingga mereka tampil dengan semangat lebih besar saat menghadapi tuan rumah.
Harapan dan Doa untuk Masa Depan
Meskipun demikian, GBK tetap menjadi simbol sepakbola Indonesia dan tempat yang berharga bagi perkembangan olahraga ini. Kekalahan yang terus berulang harus menjadi pelajaran penting untuk persiapan mental dan strategi yang lebih matang ke depan.
Harapan besar tertuju pada pembinaan pemain muda dan pembentukan tim yang tangguh menghadapi tekanan besar di stadion sendiri. Dengan dukungan penuh dari masyarakat dan kerja keras seluruh elemen, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia akan mampu mematahkan kutukan GBK dan merebut gelar juara di tempat kebanggaan mereka sendiri.
Kesimpulan
Meski GBK kini dianggap sebagai ‘stadion kutukan’ bagi Timnas Indonesia di babak final, sejarah masih terbuka lebar untuk perubahan. Semangat juang, persiapan matang, dan dukungan rakyat Indonesia adalah kunci untuk menorehkan kisah sukses di masa depan. Garuda harus belajar dari masa lalu, dan suatu hari nanti akan terbang tinggi mengubah rekor di GBK menjadi kemenangan manis yang sudah lama dinantikan.