CARACAS – Di tengah bayang-bayang blokade maritim yang kian mencekik, Majelis Nasional Venezuela mengambil langkah hukum yang ekstrem untuk melindungi kedaulatan ekonominya. Pada Selasa (23/12/2025), parlemen Venezuela secara bulat mengesahkan undang-undang baru yang dirancang khusus untuk menghantam siapa pun yang dianggap “berkhianat” dengan mendukung blokade minyak atau tindakan penyitaan aset oleh Amerika Serikat.

Langkah legislatif ini diambil sebagai respons langsung atas eskalasi militer dan ekonomi yang dilancarkan oleh Washington di bawah komando Presiden Donald Trump, yang belakangan ini menginstruksikan pengadangan total terhadap kapal-kapal tanker Caracas di perairan internasional.

Baca Juga:

Thailand dan Kamboja Sepakati Perundingan Krusial Pekan Ini

Hukum Besi di Tengah Krisis: 20 Tahun Penjara

Undang-undang yang diperkenalkan secara kilat oleh anggota parlemen pro-pemerintah, Giuseppe Alessandrello, ini bukan sekadar gertakan administratif. Aturan tersebut menetapkan sanksi pidana yang sangat berat: hukuman penjara mulai dari 15 hingga 20 tahun. Tak hanya itu, bagi individu atau entitas yang terbukti mempromosikan atau memfasilitasi blokade minyak AS, denda fantastis senilai lebih dari 1 juta dolar AS telah menanti.

Secara filosofis, aturan ini bertujuan untuk “menjamin kebebasan navigasi dan perdagangan nasional” di tengah apa yang disebut Caracas sebagai aksi “pembajakan internasional” oleh Amerika Serikat. Selain hukuman, undang-undang ini juga menjanjikan perlindungan hukum yang disponsori negara bagi para pelaku usaha komersial yang berani menantang sanksi AS dan terus bekerja sama dengan industri minyak Venezuela.

Konteks Geopolitik: Ambisi Trump di Karibia

Pengesahan UU ini terjadi hanya berselang satu minggu setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan “blokade total dan menyeluruh” terhadap seluruh kapal tanker minyak yang mengangkut komoditas dari dan menuju Venezuela. Sejak September 2025, Pentagon telah mengerahkan armada angkatan laut besar-besaran ke wilayah Karibia.

Meskipun Washington berdalih bahwa pengerahan militer ini adalah bagian dari operasi kontra-narkotika untuk memberantas kartel internasional, faktanya puluhan kapal tanker telah disita atau dihadang. Klaim AS bahwa Caracas menggunakan pendapatan minyak untuk membiayai “terorisme narkoba” dan perdagangan manusia hingga kini belum disertai bukti konkret yang dipublikasikan secara internasional.

Tragedi kemanusiaan pun mulai membayangi operasi ini. Laporan dari lapangan menyebutkan lebih dari 100 orang tewas dalam serangkaian serangan laut yang diluncurkan pasukan AS, di mana beberapa korban di antaranya diidentifikasi sebagai nelayan lokal yang terjebak dalam zona konflik.

Benturan Narasi: Terorisme vs Imperialisme

Presiden Nicolas Maduro menuding bahwa narasi “narkotika” yang dilemparkan Gedung Putih hanyalah kedok untuk tujuan yang lebih tua: penggulingan pemerintahan sosialis dan penguasaan cadangan minyak terbesar di dunia yang dimiliki Venezuela. Bagi Maduro, sanksi dan blokade ini adalah bentuk perang modern yang bertujuan melumpuhkan negara tanpa perlu invasi darat secara penuh.

Di sisi lain, Donald Trump tetap teguh pada posisinya bahwa pemerintahan Maduro adalah ancaman keamanan nasional bagi belahan bumi Barat. Dengan menyetop aliran dana dari minyak, AS berharap tekanan internal di dalam Venezuela akan mencapai titik didih yang memaksa terjadinya transisi kekuasaan.

Dampak Bagi Pelaku Usaha dan Hubungan Internasional

Diterbitkannya undang-undang baru ini menempatkan perusahaan-perusahaan pelayaran internasional dan mitra dagang Venezuela dalam posisi yang mustahil. Mereka kini terjepit di antara dua palu godam: sanksi keuangan dari Departemen Keuangan AS (OFAC) jika mereka berdagang dengan Venezuela, atau ancaman penjara dan denda jutaan dolar dari Caracas jika mereka mematuhi blokade AS.

Secara domestik, undang-undang ini memperkuat cengkeraman partai penguasa di parlemen. Venezuela sebenarnya sudah memiliki aturan serupa untuk menghukum pendukung sanksi ekonomi, namun UU yang disahkan pada Desember 2025 ini jauh lebih spesifik dan tajam dalam menargetkan sektor minyak, yang merupakan tulang punggung ekonomi negara tersebut.

Dengan berlakunya undang-undang ini segera setelah dipublikasikan di Lembaga Negara (Gaceta Oficial), konfrontasi di laut diprediksi akan semakin sering terjadi. Venezuela kemungkinan besar akan menggunakan dasar hukum ini untuk menasionalisasi aset perusahaan asing yang dianggap “berkhianat” atau melakukan penangkapan terhadap individu yang bekerja sama dengan intelijen AS terkait pelacakan kapal tanker.

Dunia kini menanti apakah langkah berani Caracas ini akan mampu memberikan perlindungan bagi kapal-kapalnya, atau justru semakin mengisolasi negara itu dari sistem perdagangan global yang didominasi oleh pengaruh Amerika Serikat. Di Emirates Stadium sepak bola menghadirkan drama, namun di Karibia, minyak dan kedaulatan sedang mempertaruhkan nyawa dan masa depan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *