
Jakarta, September 2025 – Timnas Indonesia sedang dalam perjalanan transformasi identitas permainan yang menyeluruh. Bukan hanya di level senior, tetapi juga kelompok usia di bawahnya: formasi empat bek sejajar, pengusaan bola (ball possession), dan gaya menyerang kini menjadi ciri khas Garuda. Namun, perubahan ini bukan sekadar menumpahkan seragam baru, melainkan bagian dari strategi jangka panjang yang dirancang dalam struktur teknis PSSI.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir menegaskan bahwa pola bermain baru ini adalah fondasi jangka panjang, bukan sekadar proyek jangka pendek. Erick menilai bahwa perubahan gaya terlalu sering justru akan merusak identitas tim. “Pembangunan secara menyeluruh … kita sudah punya technical director. Kita kontrak 4 tahun,” jelas Erick, menekankan pentingnya konsistensi antara senior dan U-23 dalam gaya bermain.
Gaya ini telah terlihat di skuad U-23 di bawah asuhan Gerald Vanenburg. Meskipun hasil di Piala AFF U-23 kurang ideal, formasi empat bek tetap dipertahankan, dan pendekatan ball possession dengan intent menyerang mulai menjadi ciri nyata skuad muda Indonesia.
Pilar utama transformasi ini adalah kehadiran Alexander Zwiers sebagai Direktur Teknik (Technical Director). Pria asal Belanda dengan pengalaman luas di Eropa, Asia, dan Timur Tengah—seperti Qatar, Arab Saudi, dan Yordania—resmi ditugaskan sejak Agustus 2025 untuk menerapkan filosofi sistemik dan struktur teknis yang kohesif.
Erick memilih Zwiers berdasarkan tiga nilai utama: rekam jejak, komitmen, dan filosofi sepak bola. Ia menginginkan sosok yang tidak hanya berpengalaman, tetapi juga siap tinggal dan membangun sepak bola Indonesia, berbaur dengan ekosistem lokal secara mendalam.
Zwiers bekerja dalam struktur teknis yang telah diperkuat dengan Jordi Cruyff sebagai Penasehat Teknis dan Simon Tahamata sebagai Kepala Pemandu Bakat—sebuah segitiga teknis yang memadukan pendekatan global dan lokal untuk membentuk budaya sepak bola Indonesia.
Di level senior, pelatih Patrick Kluivert mulai meninggalkan format tiga bek yang sempat diwarisi Shin Tae-yong dan menerapkan formasi empat bek dalam laga uji coba kontra Chinese Taipei. Perubahan ini sekaligus menandai era baru penguasaan bola dan serangan terstruktur di era Kluivert.
Kluivert mengakui tantangan menerapkan sistem baru, terutama ketika pemain hanya punya waktu adaptasi singkat dalam sesi latihan. Namun, ia berkomitmen menjadikan skema ini sebagai fondasi jangka panjang, sambil tetap menghargai sistem lama — sebuah pendekatan hybrid yang ideal dalam fase transisi.Wikipedia
Sementara itu, di level U-23, meskipun hasil belum optimal, Garuda Muda semakin menunjukkan sinyal positif dalam komitmen bermain proaktif dan mengendalikan ritme permainan, bahkan saat menghadapi rival kuat seperti Thailand dan Vietnam.
Kehadiran Zwiers memungkinkan sinergi antara segmen kepelatihan (senior dan junior), perencanaan permainan, dan scouting bakat. Cruyff mengawasi penerapan filosofi global, sementara Tahamata memperkuat pemanduan talenta lokal. Kombinasi ini adalah kekuatan komprehensif yang bisa mewujudkan strategi jangka panjang — bukan sekadar berburu hasil instan.
Ringkasan Transformasi
Aspek | Perubahan / Implementasi |
---|---|
Formasi & Gaya Main | Empat bek, ball possession, sepak bola menyerang di semua level |
Struktur Teknis | Zwiers (Dirtek), Cruyff (Advisor), Tahamata (Scouting) |
Fokus Jangka Panjang | Konsistensi filosofi 4 tahun, bukan eksperimen sesaat |
Adaptasi Global | Unsur coaching Belanda mengakselerasi kualitas tactik |
Sinergi Level Usia | Kesamaan gaya main antara U-23 dan senior |
Secara keseluruhan, PSSI tidak lagi hanya berburu hasil cepat. Indonesia kini membangun ekosistem sepak bola yang terstruktur: filosofi seragam, struktur teknis solid, dan integrasi taktik lintas level usia. Dengan Zwiers, Cruyff, Tahamata, dan Kluivert di panggung kepelatihan, Indonesia tampak bergerak mantap menuju fondasi sepak bola nasional modern—layaknya orkestra yang mulai harmonis.